Diduga Terima Fee, Oknum Kepala SMPN 2 Ngasem Paksakan Kegiatan Study Tour

KAB KEDIRI, DORRONLINENEWS. COM – Protes keras datang dari puluhan wali murid SMPN 2 Ngasem Kabupaten Kediri, setelah mencuat kepermukaan bahwa siswa kelas 7 diwajibkan mengikuti kegiatan study tour ke Jawa Tengah dengan biaya sebesar Rp. 800 ribu per siswa. Program yang sedianya dirancang untuk siswa kelas 8 itu kini justru memicu tanda tanya besar soal transparansi dan urgensi kegiatan.
Informasi awal diterima dari beberapa wali murid yang mengaku keberatan dengan kegiatan tersebut karena di Kabupaten Terdekat (Blitar) sudah ada edaran dari Bupati untuk larangan Kegiatan study tour / outing clas / wisuda. Bukan hanya soal biaya, tapi juga kewajiban keikutsertaan siswa kelas 7 yang dianggap dipaksakan demi mencukupi kuota jumlah peserta.
Kuat dugaan, kegiatan ini sarat dengan kepentingan, bahkan muncul pertanyaan ke publik adanya oknum kepala sekolah atau pejabat dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri yang bermain di balik program ini.
Terkait dengan kisruhnya puluhan wali muridnya tersebut, Kepala SMPN 2 Ngasem, Sulistyo Wulandari, membantah keras adanya paksaan atau kepentingan tertentu. Ia menegaskan bahwa kegiatan study tour tersebut murni bersifat edukatif dan telah dirancang dengan transparansi penuh.
Kegiatan ini bukan sekadar rekreasi saja,Tapi Tujuannya adalah wisata edukasi, dengan berbagai destinasi yang punya nilai pendidikan seperti Museum Suharto, Museum Dirgantara, Prambanan, hingga Malioboro,” jelas Sulistyo saat ditemui pada media ini.
Terkait dengan Sejumlah Obyek Yang Dituju Tersebut Yang Menentukan Pihak Sekolah.
Wulandari Menambahkan Demi keamanan, pihak sekolah telah menyiapkan bus dengan konfigurasi tempat duduk dua-dua, pengawalan polisi, serta armada ambulans yang siaga di sepanjang perjalanan.
Terkait pembiayaan, ia menyebut bahwa skema tabungan sebesar Rp10 ribu per minggu telah disepakati sejak awal. Biaya tersebut mencakup transportasi, akomodasi, dan kaus seragam. Untuk siswa yatim, Wulandari mengklaim pembebasan biaya telah diberikan. Sementara bagi siswa yang tidak ikut, sekolah menawarkan wisata lokal ke situs Totok Kerot.
Namun demikian, keprihatinan tetap mencuat dari orang tua siswa kelas 7. Mereka menilai beban finansial terlalu tinggi, belum lagi uang saku yang harus disiapkan. Ada kesan, kegiatan ini lebih diprioritaskan pada “harus jalan” ketimbang mempertimbangkan kondisi ekonomi semua siswa.
Mengingat Beberapa Obyek Yang Ditentukan Oleh Pihak Sekolah Tersebut Adalah Obyek Yang Minim Budget Tiketnya, Museum Soeharto Itu Hitungannya Non Tiket Melainkan Hanya Parkir dan Mengisi Kas Seikhlasnya Saja Untuk Perawatan Kebersihan,Untuk Museum Dirgantara Per Siswa Rp.10 ribu bahkan Hitungannya bisa borongan per bus Rp.300 rb, untuk Candi Prambanan Tiketnya Hanya Rp.30 Rb per siswa sedangkan tiket guru gratis dan Malioboro sendiri tidak bayar kecuali hanya parkir bus saja.
Ketika akan dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri, Mohammad Muksin, tidak berkenan memberikan keterangan langsung karena sedang di luar kota. Ia justru melempar konfirmasi ke Kabid SMP, Fadli, yang sayangnya juga tidak bisa ditemui. Klarifikasi akhirnya disampaikan oleh Wawan Sarudi, Kasi Kurikulum dan Kesiswaan SMP.
Menurut Wawan, kegiatan study tour memang diperbolehkan selama memenuhi prinsip keamanan, kenyamanan, dan unsur pendidikan. Namun ia juga menegaskan bahwa Dinas belum menerima laporan resmi terkait dugaan pemaksaan atau pelanggaran dari SMPN 2 Ngasem.
Kami akan segera lakukan pengecekan ke sekolah. Jika ditemukan unsur paksaan atau pelanggaran terhadap siswa, maka akan ada pembinaan terhadap pihak sekolah,” tegasnya.
Kegiatan study tour yang seharusnya menjadi bagian dari proses belajar justru berubah menjadi polemik. Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, publik berharap kegiatan serupa tidak menjadi ajang bisnis atau agenda terselubung yang membebani orang tua dan siswa.(R_win)