Tri Rismaharini Perempuan Pertama Walikota Surabaya Langsung Berkuasa Dua Masa Jabatan.
Teks foto : Tri Rismaharini
SURABAYA, DORRONLINENEWS.COM – Surabaya Kota Pahlawan, merupakan julukan Surabaya yang juga sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur. Popularitas Kota Surabaya, sudah berkembang sejak abad ke 13, saat berdirinya Kerajaan Majapahit tahun 1293. Nah, bersamaan dengan kelahiran Kerajaan Majapahit itulah, nama Surabaya juga tercatat dalam beberapa prasasti. Sehingga, usia Kota Surabaya disamakan dengan perjuangan raja pertama Majapahit, Raden Wijaya. Kemenangan pasukan Raden Wijaya mengusir tentara Tartar dari China di muara Sungai Kalimas menuju samudera, merupakan cerminan semangat Arek Suroboyo. Hari itu, tanggal 31 Mei 1293 dan kini diabadikan sebagai Hari Jadi Surabaya.
Keberadaan Kota Surabaya, dikenal pula berkat kepemimpinan kota ini sejak zaman dulu, hingga sekarang. Ada tiga zaman yang dijadikan patokan era kepemimpinan di negara kita ini, termasuk Surabaya. Pertama zaman kerajaan Majapahit, zaman pemerintahan Kolonial Belanda dan Jepang, serta zaman Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dari sejarah itu, terlihat Surabaya sebagai ranah permukiman, “dianggap” berawal dari kepemimpinan Sunan Ampel di Surabaya di masa Majapahit. Berlanjut kemudian zaman Kolonial Belanda, Surabaya berbentuk kadipaten yang diperintah adipati, sampai terbentuk Gemeente atau Kota, dengan Kepala Pemerintahannya bernama Burgermeester atau Walikota.
Sejak berdirinya pemerintahan kota di Surabaya ini, yang menjadi pemimpin, burgermeester dan walikota, selalu “laki-laki”. Jadi, sejak tanggal 31 Mei 1293, kepala Pemerintahan di Surabaya belum pernah dijabat oleh perempuan.
Nah, di usia Kota Surabaya yang ke 717, tahun 2010, baru ada perempuan yang tampil dan terpilik menjadi walikota.
Dialah: Tri Rismaharini.
Walikota perempuan pertama di Kota Surabaya ini, terpilih secara langsung, sejak diberlakukannya Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sepanjang sejarah demokrasi Indonesia paska reformasi 1998. Terpilihnya Risma — demikian sapaan Tri Rismaharini — menjadi walikota Surabaya ini, cukup mengesankan.
Betapa tidak, ketika mengikuti Pilkada secara langsung di tahun 2015 itu, ada peristiwa yang unik. Risma berpasangan dengan mantan Walikota Surabaya, sebelumnya, Bambang Dwi Hartono. Kesediaan Bambang DH — begitu namanya seringan disebut — bersedia menjadi Wakil Walikota, mendampingi Risma. karena ada ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Kepala daerah tidak boleh dipilih kembali pada jabatan yang sama, apabila sudah dua kali mendududuki jabatan tersebut.
Bambang DH “dianggap” sudah menduduki dua periode. Periode pertama saat meneruskan masa jabatan Walikota Surabaya Sunarto Sumoprawiro yang meninggal dunia tahun 2002. Bambang DH selaku wakil walikota meneruskan, hingga tahun 2004. Berikut pada Pemilu 2005, Bambang DH berpasangan dengan Arif Afandi tahun 2005-2010. Itulah dasarnya, Bambang DH yang mantan walikota “terpaksa” menjadi wakil walikota, saat Risma maju sebagai calon walikota.
Pasangan Risma-Bambang DH menjalani masajabatan sebagai walikota Surabaya, 28 September 2010 hingga 28 September 2015. Namun di tengah masa jabatan, Bambang DH mengundurkan diri pada 14 Juni 2013 karena maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur pada Pilkada Jawa Timur 2013. Risma yang ditinggal Bambang DH kemudian diganti oleh Whisnu Sakti Buana, sebagai wakil walikota Surabaya, hingga 2015. Pasangan Risma-Whisnu pada Pilkada 2015, menang. Tetapi baru dilantik 17 Februari 2016. Sehingga masajabatan Risma-Whisnu baru berakhir 17 Februari 2021. Sekarang, masajabatan Risma-Wishnu, tinggal tiga bulan lagi.
Gerak langkah Risma menjadi walikota sejak sepuluh tahun lalu, sudah terukir dalam sejarah Kota Surabaya, sejarah Jawa Timur, sejarah Indonesia, bahkan juga tercatat dalam sejarah dunia. Ini semua, berkat kiprahnya dalam melaksanakan amanah sebagai pengemban tugas selaku “wali” atau pemimpin Kota Surabaya.
Alumni ITS Jurusan Arsitektur
Inilah sosok Tri Rismaharini adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Mochammad Chuzaini dan Siti Mudjiatun. Lahir 59 tahun yang silam, 20 November 1961 ia dilahirkan di Kediri, Jawa Timur. Setelah lulus Sekolah Dasar di Kediri, Risma meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Surabaya, lulus pada tahun 1976, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 5 Surabaya dan lulus tahun 1980.
Setelah lulus dari SMA, Risma menempuh pendidikan sarjana di jurusan Arsitektur ITS Surabaya dan lulus pada tahun 1987. Ia kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota di ITS Surabaya, lulus pada tahun 2002. Dengan demikian, nama Risma menjadi: Ir Tri Rismaharini, MT.
Almamaternya, ITS Surabaya, pada 4 Maret 2015, menganugerahkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa kepada Risma. Gelar kehormatan tersebut diberikan dalam bidang Manajemen Pembangunan Kota di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Gelar Doktor HC, tanggal 30 September 2019, diperoleh Risma dari Tongmyong Univercity.Busan, Korea Selatan atas profesionalisme dan dedikasinya di bidang arsitektur.
Menurut Rektor Universitas Tongmyong Prof.Dr. Jung Hong Sup, Tri Rismaharini adalah seorang birokrat yang berbeda. Kegiatan pembangunan yang dilakukannya, tidak hanya fisik, tetapi juga ada falsafahnya. Selain itu, Risma juga menyintai Kota Busan sebagai sister city Kota Surabaya.
Prof Kim So-ill yang juga Kepala Busan Indonesia Center (BIC) ketika mendampingi Jung Hong Sup, menyatakan banyak kenangan yang dibuat Risma di Kota Busan. Sehingga, di Kota Busan yang menjadi Kota Kembar Surabaya, ada jalan yang diberi nama Jalan Surabaya, disertai “patung Suro Ing Boyo”.
Menjadi Pajabat dari Bawah
Risma bukan orang asing di lingkungan Pemkot Surabaya. Dia besar dan berpengalaman sebagai birokrat yang merintis karir dari bawah. Sebelum menjadi walikota, Risma adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Kantor Pemkot Surabaya. Sebagai alumnus ITS (Istitut Teknologi Sepuluh November) Surabaya, Risma mengawali pekerjaannya sebagai Kepala Seksi Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya (1997).
Secara bertahap dan pasti, karirnya naik, menjadi Kepala Seksi Pendataan dan Penyuluhan Dinas Bangunan Kota Surabaya (2001), Kepala Cabang Dinas Pertamanan Kota Surabaya (2001), Kepala Bagian Bina Pembangunan (2002), Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (2005), Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2005), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (2008), serta menjadi Walikota Surabaya (2010-2015 dan 2016-2021).
Saat menduduki jabatan walikota, tanpa sungkan dan salah tingkah, dilingkungan Balaikota Surabaya. Sebab, Risma bukanlah sebagai pejabat baru. Sehingga, perempuan kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini tidak canggung. Ibarat menjadi pengemudi mobil, Risma langsung tancap gas. PNS Pemkot Surabaya sejak tahun 1996, saat walikotanya Sunarto Sumoprawiro, Risma sangat paham dengan lika-liku di Balaikota Surabaya.
Sejak awal Risma, sudah masuk dalam lingkaran pejabat perempuan yang disebut dan ditulis mediamassa. Zaman Cak Narto — panggilan Sunarto Sumoprawiro — dan Bambang DH, Risma sudah mulai dierhitungkan. Bersama tujuh “srikandi” pajabat Pemkot Surabaya waktu, Risma termasuk yang diperhitungkan. Ketika itu, Risma dipercaya menduduki jabatan Kepala Bagian Bina Program Pembangunan, tahun 2002.
Risma merupakan pencetus lelang elektronik. Atau lebih dikenal dengan tender terbuka secara online yang disebut sistem e-procurement. Dan ini, pertamakali dilaksanakan di Pemerintahan Daerah di Indonesia.
Keberhasilan Pemkot Surabaya ini dijadikan “guru” untuk belajar oleh berbagai kota dan kabupaten, juga ada pemerintahan provinsi di Indonesia. Model Surabaya itu akhirnya diikuti seluruh pemerintahan daerah, sampai instansi pemerintahan lainnya. Pemerintah pusat pun mengakui kepeloporan Kota Surabaya dalam penerapan lelang terbuka dengan sistem e-procurement ini.
Dengan e-procurement, masyarakat dapat memantau segala perkembangan paket-paket pekerjaan yang dilelang Pemkot Surabaya secara transparan. Masyarakat juga dapat mengetahui pemenang tender dan nilai proyek. Caranya, tinggal mengakses situs Lpse.surabaya.go.id. Wali Kota juga dapat memantau sejauh mana perkembangan lelang dengan mudah, sehingga kecurangan sekecil apa pun akan diketahui.
Panitia pengadaan dapat melakukan evaluasi kualifikasi dan penawaran secara cepat dan akurat dengan bantuan aplikasi. Sejak pemberlakuan e-procurement, penggunaan kertas kerja tidak lagi diperlukan, sebab persyaratan dokumen lelang telah diunggah ke internet.
Pemkot Surabaya mampu menghemat anggaran belanja 20-30 persen dari efisiensi lelang. Tidak kurang 80 persen biaya pengadaan dapat dihemat dengan sistem ini. Potensi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) otomatis tertutup. Dengan sistem online ini, tak ada lagi peluang tatap muka antara peserta lelang dan pejabat terkait.
Memang bukan hal yang mudah menerapkan sistem ini, ujar Risma benostalgia. Ancaman ataupun teror didapat ketika dia hendak menerapkan program e-procurement. Namun, berkat dukungan Profesor Richardus Eko Indrajit, program tersebut berhasil diterapkan di lingkungan Pemkot Surabaya dan nasional.
Dia adalah orang yang membantu dan menyelamatkan nyawa Saya (Risma) dan keluarga ketika menerima berbagai macam teror untuk menerapkan program e-procurement,” ujar Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Profesor Richardus Eko Indrajit yang berada di samping Risma mengatakan, dalam menciptakan suatu program pasti ada resiko gagal dan berhasil. Namun baginya, program e-procurement sudah berhasil diterapkan di Surabaya.
Keberhasilan Risma menerapkan sistem lelang online ini berbuah dengan penganugerahan penghargaan e-Procurement saat rakernas pengadaan barang dan jasa pemerintah 2013 di Jakarta. Penghargaan ini diserahkan oleh Ketua LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) Agus Rahardjo di Balai Sudirman, Jakarta, Rabu, 20 November 2013.
Merebut Piala Adipura Kencana
Saat Risma dipercaya sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya tahun 2005, ia membuat berbagai gebrakan. Memberdayakan pasukan kunung, orange dan hijau untuk mendukung kebersihan lingkungan. Ditambah lagi dengan memodernisasi sistem pemusnahan dan daur ulang sampah.
Risma yang menjadi komandan kebersihan kota, yang berhasil meraih kembali Piala Adipura Kencana. Surabaya menjadi Kota Metropolitan “terbersih” di Indonesia. Dulu Surabaya memang merupakan Kota Terbersih Tingkat Kota Raya pertama di Indonesia. Sebelumnya, di zaman Orde Baru, Kota Surabaya berhasil meraih penghargaan Adipura sejak pertamakali tahun 1988, sampai tahun 1997.
Setelah sepuluh kali menerima penghargaan Adipura, delapan dengan kategori Adipura dan dua Adipura Kencana. Namun penganugerahan Piala Adipura sempat terhenti di awal era reformasi. Tahun 2005 diadakan kembali. Tahun 2007, 2008 dan 2009 Surabaya berhasil merebut Piala Adipura dan di tahun 2010, berhasil meraih Adipura Kencana. Begitu seterusnya hingga tahun 2020 ini.
Kota Surabaya disulap Risma menjadi lebih asri, lebih hijau dan lebih segar. Sejumlah taman kota dibangun. Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dipuhar dengan konsep all-in-one entertainment park. Begitu pula taman-taman dibenahi Taman-taman di Surabaya punya berbagai nama. Di antaranya: Taman Prestasi, Taman Ekspresi, Taman Sejarah, Taman Pelangi dan sebagainya.
Kepemimpinan Tri Risma juga membawa Surabaya menjadi kota yang terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik pada tahun 2012 versi Citynet atas keberhasilan pemerintah kota dan partisipasi rakyat dalam mengelola lingkungan.
Kota Surabaya memperoleh penghargaan tingkat Asia-Pasifik, yaitu Future Government Awards 2013 di dua bidang sekaligus, yaitu data center dan inklusi digital menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik. Selain itu Pemkot Surabaya juga berhasil mendorong masyarakat untuk menghasilkan produk berbasis tanaman bakau, seperti bakau batik, sirup dan produk makanan bakau lainnya. Pemkot juga juga telah mulai program pertanian perkotaan dengan memberikan penyuluhan, benih dan alat-alat pertanian.
Kepemimpinan Risma juga tercatat menjadikan Kota Surabaya sebagai yang terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik pada tahun 2012. Surabaya dinilai terbaik versi Citynet atas keberhasilan pemerintah kota dan partisipasi rakyat dalam mengelola lingkungan.
Pada Februari 2014, Tri Rismaharini dinobatkan sebagai Mayor of the Month atau wali kota terbaik di dunia untuk bulan Februari 2014 atas keberhasilannya selama memimpin Kota Surabaya sebagai kota metropolitan yang paling baik penataannya. Selain itu, akhir tahun 2014, Surabaya menerima penghargaan internasional Future City versi FutureGov untuk Surabaya Single Window (SSW). Penghargaan ini diberikan untuk sistem pelayanan kemudahan izin investasi Kota Surabaya.
Tri Rismaharini kembali dinobatkan tahun 2014 sebagai wali kota terbaik ketiga di dunia versi World City Mayors Foundation atas keberhasilannya dalam mengubah wajah Kota Surabaya dari yang kumuh penataannya menjadi kota yang lebih hijau dan tertata rapi. Penghargaan ini diberikan kepada Risma karena dianggap sebagai figur enerjik yang antusias. Risma mempromosikan kebijakan sosial, ekonomi dan lingkungan secara nasional maupun internasional, serta dinilai berhasil memanfaatkan lahan mati dan menyulapnya menjadi taman kota.
Menutup Lokalisasi Prostitusi
Pujian yang dianggap luar biasa kepada Risma, adalah keberaniannya menutup kawasan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Dengan dukungan para ulama dan Gubernur Jawa Timur, Soekarwo waktu itu, Risma tak gentak menghentikan segala kegiatan prostitusi di Gang Dolly, Jarak, Putat Jaya, Surabaya.
Pada bulan puasa 2012, Risma menggelar silaturahmi sekaligus buka puasa bersama dengan warga lokalisasi Dolly. Acara digelar di rumah dinasnya. Acara itu dihadiri 200 lebih penghuni lokalisasi.
Tujuan dari acara itu, memohon agar para pekerja seks komersial (PSK) beralih profesi. Bahkan, Pemerintah Kota Surabaya bersedia memberikan modal bagi para PSK untuk memulai hidup baru.
Risma bertutur, “Sudah banyak ulama dan tokoh agama mendesak saya menutup tempat ini. Sekali lagi saya mohon kepada panjenengan semua meninggalkan pekerjaan ini. Saya dan Pemerintah Kota Surabaya, bismillah, siap membantu dan memfasilitasi panjenengan semua”. Begitu Risma merayu, sehingga secara berangsur-angsur suasana lokalisasi itu menjadi sepi.
Diungkapkan, tahun 2010, tercatat sekitar 3.000 PSK beroperasi di gang itu. Tahun 2011 turun jadi 2.500 PSK. Pada 2012 tersisa 580 PSK. Akhirnya, setelah mendapat pengarahan dan biaya pulang ke saerah asalnya. Lokalisasi itupun yutup dan sekarang dialihfungsikan sebagai pusat kegiatan kerajinan rakyat.
Tokoh Berpengaruh Dunia
Bulan Maret 2015, nama Tri Rismaharini masuk dalam jajaran 50 tokoh berpengaruh di dunia versi majalah Fortune bersama dengan tokoh-tokoh lain seperti CEO Facebook Mark Zuckerberg, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan tokoh lainnya.
Risma dinilai berhasil melakukan banyak terobosan luar biasa di Surabaya tentang lingkungan, dan ia juga dinilai telah berhasil mengubah kota besar dengan jutaan penduduk yang sarat polusi, kemacetan, dan kekumuhan menjadi kota metropolitan yang tertata, kaya akan taman lanskap dan ruang hijau lainnya. Risma juga dinilai berhasil mengubah banyak lahan pemakaman gersang menjadi ruang penyerapan air sehingga dapat menangkal banjir.
Keberhasilannya membangun kembali citra kota Surabaya menjadi tertata rapi dan manusiawi, serta prestasinya sebagai kepala daerah yang mengabdikan diri kepada rakyat, pada tanggal 13 Agustus 2015, Tri Rismaharini menerima anugerah tanda kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo bersama 14 tokoh lain di Istana Negara, Jakarta. Bintang Jasa Utama adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara sipil.
Sebuah penghargaan luar biasa bulan November 2015, diberikan kepada Risma yang dinilai anti korupsi berupa Bung Hatta Anti Corruption Award. Ia memperoleh penghargaan ini bersama dengan Bupati Batang, Jawa Tengah Yoyok Riyo Sudibyo.
Risma dinilai berhasil membangun sistem e-goverment di Surabaya yang menyebabkan kontrol pengeluaran dinas-dinas menjadi lebih mudah, mencegah praktik korupsi, dan menghemat anggaran 600-800 miliar rupiah tiap tahunnya.
Tri Rismaharini, tanggal 9 Juli 2018, menerima penghargaan Lee Kuan Yew City Prize bersama dengan Kota Hamburg, Jerman; Kota Kazan, Rusia dan Kota Tokyo, Jepang. Penghargaan ini diperoleh karena Surabaya dianggap sebagai salah satu kota besar di dunia yang mampu mempertahankan dan mengelola kampung di tengah kota dengan manajemen pemerintah dan partisipasi masyarakat yang sangat baik.
Tidak hanya di tanahair, mata dunia juga menyoroti kiprah Tri Rismaharini. Tidak tanggung-tanggung, walikota perempuan dari Surabaya ini pada tanggal 14 September 2018, terpilih secara aklamasi menjadi Presiden UCLG-ASPAC (United City and Local Government Asia Pasific), yaitu Asosiasi Pemerintah Kota dan Daerah Se-Asia Pasifik di Surabaya. Tri Rismaharini dengan masabakti 2018-2020 menggantikan Gubernur Provinsi Jeju, Korea Selatan, Won Hee-ryong.
Demikianlah sekilas dari sekian ratus naskah yang dicuplik sebagai bahan penulisan ini dari sepuluh tahun jejak langkah Risma. (Yous)