Permintaan Fogging Dijadikan Ajang Pungli Oleh Oknum Programer Puskesmas Slumbung
BLITAR, DORRONLINENEWS.COM – Merebaknya wabah penyakit demam berdarah dengue (DBD) membuat warga desa semen kecamatan gandusari membutuhkan tindakan penyemprotan (fogging.red). Namun hal ini malah dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan pribadi. Seperti yang terjadi di desa semen kecamatan gandusari kabupaten blitar.
Saat adanya permintaan fogging dari masyarakat karena sudah ada beberapa yang positif terjangkit demam berdarah bahkan sudah ada yang dirawat di rumah Sakit.
Permintaan masyarakat Ini ternyata disalah gunakan oleh oknum programer di upt puskesmas slumbung yang bernama maarif untuk dijadikan ajang pungli dengan dalih tutup buku karena sudah akhir tahun,apabila tetap dilaksanakan maka masyarakat diwajibkan membeli obat sendiri dan membayar upah yang melaksanakan fogging karena dari dinas kesehatan daerah (Dinkes) kabupaten blitar sudah tidak ada anggaran.
Bahkan kisaran biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat mencapai dua juta rupiah,dan untuk memuluskan aksinya maarif selaku programer ternyata bekerja sama dengan oknum sekretaris desa semen ari winarko bersama rivin Eko susanto oknum kepala dusun semen kecamatan gandusari.
“Penyemprotan dari dinas kesehatan kok membayar. Kalau pungutan ini jelas peruntukannya kami tidak apa-apa? tetapi kalau hanya pungli dari oknum yang tidak bertanggung jawab, kami tidak terima Apalagi Sampai harus memenuhi permintaan rokok mild yang diminta oleh maarif,” keluh Rendy salah satu warga kepada media ini jum’at 27/12/2024.
Sementara itu kepala dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Dr.christine indrawat saat dikonfirmasi media ini melalui ponselnya 27/12/2024 mengatakan bahwa fogging yang dilaksanakan dinkes seharusnya tidak dipungut biaya.
“Terima kasih infonya.
Ini sudah saya telusuri, ternyata ada miskomunikasi. Fogging sudah dijadwalkan hari Minggu lusa,” Tandasnya kepada media ini.
Namun Dr.christine melanjutkan bahwa terkadang dalam pelaksanaan dilapangan kadang berbeda. Awalnya hanya fokus satu lokasi kemudian menjadi satu desa.
Seharusnya kami hanya melaksanakan pada fokus DBD radius 100 meter saja,” ungkapnya.
Kalau sudah begini biasanya warga melakukan swadaya sendiri, sehingga warga harus membiayai sendiri penyemprotan yang meluas tersebut,imbuhnya.(R_win)