Peristiwa

Mtsn 3 Kota Kediri Diduga Lakukan Pungli berkedok Daftar ulang

Teks foto : Sekolah Mtsn 3 Kota Kediri

KEDIRI, DORRONLINENEWS.COM – Budaya daftar ulang yang jadi tradisi tahunan di banyak sekolah sulit diberantas. Meski hal itu jelas melanggar kepatutan, namun ironisnya pihak sekolah mau pun seolah melembagakan. Padahal, kebijakan daftar ulang yang dibuat sekolah disertai dengan kewajiban wali murid membayar uang dengan nilai tertentu tersebut jelas sangat memberatkan. Apalagi, ketentuan daftar ulang tersebut masih dalam situasi seperti ini.

“Saya mendapat banyak laporan keluhan orangtua siswa soal daftar ulang. Tidak hanya di sekolah swasta, di sekolah negeri pun ada pungutan dengan penghalusan nama, intinya sama, daftar ulang dan harus membayar,” tukas ketua LSM IJS Kediri, Agung Setiawan saat di wawancarai dorronlinews.

Dia menyesalkan sejauh ini Kepala Kemenag kota Kediri Mohammad Qoyim tidak bersikap terkait maraknya daftar ulang dengan pungutan yang dilakukan pihak madrasah selama ini.

“Semestinya, Kepala kemenag memberi teguran dan melarang agar pihak madrasah Tsanawiyah tidak melakukan pemungutan biaya pendaftaran bagi siswa. Tapi, yang terjadi saat ini, banyak madrasah yang melanggar. Madrasah tetap saja memungut uang pendaftaran bagi siswa yang hendak masuk maupun siswa kelas satu yang naik ke kelas dua dan tiga,” kesalnya.

Secara tegas, Agung menyampaikan, apapun alasannya dari pihak sekolah, pungutan dengan dalih daftar ulang sangat membebani.

“Saat ini, masyarakat masih persiapan membeli kelengkapan sekolah seperti buku dan sebagainya. Nah, dengan adanya pungutan daftar ulang di situasi pandemi yang sudah berjalan hampir 2 tahun ini, jelas tidak sedikit orangtua siswa yang berkeluh kesah. Apalagi, bila siswa tersebut dari latarbelakang tidak mampu,” ucapnya.

Daftar ulang ini, menurutnya, hanya sebutan atau kedok sekolah untuk memungut uang dari wali murid.

“Logikanya, jika ada siswa sudah kelas 1 kemudian naik ke kelas 2, dan seterusnya, sudah pasti niatnya akan melanjutkan sekolah di tempat yang sama. Jadi, apa perlunya kebijakan daftar ulang? Jika ada orangtua siswa yang ingin pindah sekolah, secara etika sudah pasti dia akan mengajukan pengunduran diri ke sekolah. Jadi, menurut saya, tidak ada nilai manfaatnya sebutan daftar ulang tersebut,” tandasnya.

Lebih lanjut soal kebijakan daftar ulang serta seragam yang banyak diberlakukan di sekolah Agung menyampaikan.

“Daftar ulang itu tidak sesuai dengan semangat Gerakan Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintah. Istilah daftar ulang ini sudah ada sejak era Orde Baru (Orba). Jadi patut disebut daftar ulang ini produk warisan Orba yang membawa semangat lakukan pungutan liar di sekolah yang membebani orangtua siswa. Yang kasihan kan siswa yang tidak mampu, apalagi keadaan orang tua siswa yang berdampak pandemi seperti ini Jadi, menurut saya Kemenag dan APH ( Aparat Penegak Hukum ) harus turun tangan memberi tindakan,” tandas nya.

Sebagai informasi, pantauan media ini , tidak sedikit sekolah di kota Kediri mulai tingkat SMP/ MTs Negeri hingga SMA/ SMK dan yang setara memberlakukan aturan daftar ulang di sekolahnya dengan batasan waktu yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah. Nilai yang ditentukan sebagai wajib bayar pun bervariasi ditentukan sekolah terkait.

“Buat saya yang hanya bekerja sebagai pegawai di salah satu rumah makan jelas sangat memberatkan. Anak saya di MTs Negeri 3 Kota KEDIRI yang duduk di kelas 8 Naik Ke kelas 9 dikenakan wajib daftar ulang dan harus bayar Rp 1.200.000,. Ini kan merepotkan, apalagi saya baru saja di berhentikan dari tempat kerjaan saya karena rumah makan tersebut tutup alias gulung tikar semenjak pandemi Covid . Malah ada teman anak saya yang baru masuk sebagai siswa baru di MTs Negeri 3 Kota KEDIRI juga kabarnya juga ada kewajiban uang infak juga dan harus membayar uang seragam yang angkanya juga mencapai 2 juta an lebih ” keluh wali murid yang enggan nama nya di publikasikan.

Sementara itu kepala sekolah MTs Negeri 3 kota KEDIRI setelah kita konfirmasi,mengiyakan dengan sumbangan untuk siswa kelas 7 ada yang 500.000 ada yang 1.200.000 bahkan lebih mencapai 1.700.000 ucap Kepala madrasah Marwah. (Win)

Komentar

Berita Terkait

Back to top button
Close