Hukum dan Keamanan

Ingatkan Wali Kota / Bupati Agar Hati Hati Nantinya Dalam Mengatur Pembatasan Prilaku Dalam Era New Normal

Fajar Yulianto Ingatkan Wali kota / Bupati

Teks Foto : Direktur LBH Fajar Tri Laksana, Fajar Yulianto SH

 

 

GRESIK, DORRONLINENEWS.com –
Direktur LBH Fajar Tri Laksana, Fajar Yulianto SH ingatkan para Bupati/Walikota dalam menghadapi New Normal harus ada payung hukum mulai pusat sampai daerah, karena pelaksanaan Tata laku kehidupan warga akan terikat bukan hanya protokoler kesehatan akan tetapi juga terikat dengan peraturan perundangan yang ada.

“Jangan sampai sanksi-sanksi yang dianggap pelanggaran di era New Normal akan bertentangan dengan Undang-Undang / Regulasi yang telah ada sebelumnya”. Jelas Fajar.

Contoh saja misal identifikasi dan syarat adiministrasi bagi orang di luar daerah memasuki daerah lain diwajibkan memenuhi syarat2 yang sebenarnya tidak diatur dalam UU kependudukan dan justru terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan cenderung diskriminatif.

Hal ini terjadi sebagaimana Surat Edaran Gugus Tugas nomor 7 tahun 2020 tentang Kriteria Dan Persyaratan Orang bepergian, diberlakukan khusus penumpang transportasi umum, darat, perkeretaapian, laut dan udara diwajibkan menunjukkan uji tes PCR atau Surat Keterangan Rapid Test yang hanya berlaku 3 hari, sedangkan pengguna Mobil pribadi tidak diberlakukan hal tersebut cukup dengan menjamin dirinya sehat, menahan atau main sita menyita dokumen pribadi /KTP atau sejenisnya sampai denda mendenda karena dianggap melanggar prilaku New Normal, Penutupan Jalan2 /gang2 yang semula sudah masuk klasifikasi Jalan umum, hanya berdasarkan perintah para pejabat pemerintahaan setempat walaupun itu diputuskan melalui Musyawarah warga.

“Ini namanya bertentangan dengan Peraturan perundangan. Jaminan Warga dalam bergerak keluar masuk wilayah Indonesia juga dijamin oleh pasal 27 ayat (2) UU Nomor 39 tahun 1999”. Tambahnya.

Juga lagi pembatasan pelaksanaan Ibadah yang prakteknya justru rentan dan potensi melanggar peraturan dan perundangan yang berlaku sebagaimana Warga Negara dalam melaksanakan Ibadahnya sesuai keyakinannya, contoh sederhana pembatasan ibadah yang boleh melaksanakan ibadah di Sebuat tempat/rumah ibadah hanya khusus warga setempat, apalagi sampai menutup tempat tempat / rumah rumah ibadah ini merupakan pembatasan yang berlebihan, hal ini tegas sesuai isyarat Undang Undang pasal 4 dan pasal 22 Undang Undang No.39 tahun 1999 tentang HAM, dan Pasal 29 huruf a UUD 1945.

Bahwa berdasar pula Instrumen pasal 18 ayat (3) HAM Internasional tentang Hak hak Sipil dsn politik (ICCPR), pembatasan pembatasan hanya dapat dibatasi dengan ketentuan Hukum yang diperlukan untuk melindungi “keselamatan publik, ketertiban, kesehatan atau moral Masyarakat” dan praktek pembatasan ini harus jelas tertulis dan tertuang dalam sebuah produk Hukum Nasional.

Masih banyak hal yang perlu di atur dalam perubahan prilaku dan tatalaku berkehidupan dan bermasyarakat New Normal yang bersinggungan dengan hak dan kewajibannya, sehingga tidak terjadi misunderstanding dan mispersepsi di masyarakat.

Berikut upaya penertibanpun harus mengutamakan unsur kualitatif dengan prinsip Non-retroaktif / anti represif menghindari sewenang wenangan dari aparat Penegak hukum.

Jadi Penerapan New Normal harus benar2 diatur dengan aturan yang tersetandarisasi menghormati norma pembentukan sesuai tata urutan perundang undangan yang sah dan tidak diskriminatif, tidak cukup hanya diatur dengan Surat edaran – surat edaran dan sejenisnya, termasuk Daerah daerah Kabupaten/Kota dalam melahirkan PERBUB/PERWALI walaupun harus memperhatikan kearifan lokal tapi tetap norma tersebut harus diperhatikan sehingga tidak bertubrukan dengan peraturan yang telah ada sebelumnya dan bahkan bertentangan dengan Hukum Nasional /Peraturan perundangan yang lebih tinggi. (lono)

Komentar

Berita Terkait

Back to top button
Close