“Wacana Sains Telah Memasung Kuasa Tuhan”?Oleh : Syaichon Ibad
Teks foto: Syaichon Ibad
GRESIK, DORRONLINENEWS.COM – Pandemi Covid-19 telah memicu banyaknya benturan dari pandangan berkenaan wacana sains (kedokteran) dengan pemikiran keagamaan. Solusi-solusi yang diberikan sains untuk memutus mata rantai penyebaran virus terkadang tidak sejalan dengan keinginan kalangan agamawan.
Menurut dunia medis untuk mengendalikan laju penyebaran virus maka, manusia harus membatasi mobilitasnya, misalnya: anjuran untuk kerja di rumah, belajar di rumah, ibadah di rumah. Sementara kalangan agamawan meyakini bahwa wabah dapat dikendalikan jika umat manusia banyak berdo’a dengan melakukan ibadah di tempat-tempat yang disucikan. Misalnya di masjid, gereja atau tempat-tempat ibadah lainnya. Sedangkan persoalannya berada pada: “dimana kuasa Tuhan bisa ditemukan?” apakah Tuhan dibatasi oleh syarat-syarat medis untuk mengatasi persoalan wabah?”.
Pertanyaan semacam ini sangat dhaif, ini hanya masalah subjektivitas kita dalam memandang Tuhan atau memposisikan Tuhan dalam diri kita. Artinya, ketika Tuhan dipersepsikan kekuasaan-Nya dibatasi oleh syarat-syarat medis untuk mengatasi persoalan wabah, Tuhan jika dirasa dibatasi berarti disitu yang Maha Segalanya sebagai sifat Tuhan belum sepenuhnya dipahami.
Sketsa kekuasaan Tuhan itu terletak pada akal pikiran ilmuwan medis dan pemerintah dalam mengatur masyarakat yang berdampak secara langsung atau secara tidak langsung oleh virus Covid-19. Wacana kuasa tuhan dapat ditemukan pada wacana sains yang bersumber atau berasal dari akal manusia (dokter/ilmuwan Sains). Karena dari karunia terbesar yang Tuhan berikan (akal manusia), muncul ikhtiar atau usaha untuk tetap bertahan hidup dan tetap beribadah sebagai mana mestinya di tengah pandemi Covid-19.
Sepintas, sebagian pendapat ulama’ atau para tokoh agama yang memposisikan virus Covid-19 ini sebagai ‘Tentara Tuhan’, seakan-akan Tuhan adalah jendral peperangan yang haus akan darah kesombongan manusia. Dan banyak juga dari kalangan agamawan yang berpendapat bahwa bentuk penolakan masyarakat terhadap virus Covid-19 dengan beribadah di masjid atau ibadah di tempat-tempat yang disucikan.
Argumentasi sebagian agamawan yang berpikir konservatif akan sebatas do’a dan ibadah di tempat-tempat yang disucikan yang segaris dengan agama “dapat mengendalikan wabah” seharusnya tidak terpacu akan argumentasi itu saja, karena dalam hal ini melakukan prosedur kesehatan sesuai wacana kedokteran atau ilmuwan sains dapat diartikan sebagai suatu usaha atau ikhtiar.
Sesuai perintah Tuhan dan sebagian doktrin agama, dimana tuhan menganjurkan untuk menghindari segala bentuk kebinasaan. Karena jika kita tetap menentang dalam hal tersebut, dapat diartikan sebagai bunuh diri yang tentunya hal itu sangat buruk dalam pandangan agama dan bisa berdampak pada agama itu sendiri (fitnah agama). Dalam hal ini menghindari marabahaya dengan wacana kedokteran yang telah dicetuskan oleh para ilmuwan sains.
Sehingga kuasa Tuhan di tengah pandemi ini dapat ditemukan pada wacana sains atau kedokteran, karena wacana yang tercetus berasal dari kuasa Tuhan, dimana Tuhan memberikan manusia akal untuk berpikir akan cara untuk menghindari wabah atau virus yang ada.
Dan tentunya jika tidak ada wacana sains atau kedokteran yang ada dalam menghadapi kasus pandemi Covid-19 ini, tentunya itu suatu hal yang celaka. Dimana dapat diartikan hal tersebut berarti tanda berakhirnya kuasa Tuhan. (***)