Gula Kristal Rafinasi Di Lumajang Sebagai Bahan Baku Produk Olahan

LUMAJANG,DORRONLINENEWS.COM – Gula Kristal Rafinasi (GKR) dimasukkan di UMKM diproses untuk gula merah, lewat koperasi GKR bisa diolah lagi itu boleh karena bukan untuk ke pasar. Di Lumajang, tepatnya di kecamatan Candipuro, GKR untuk diproduksi lagi, dengan cara dicampur gula tebu dengan gula kelapa, Jum’at (10/07/2025).
Dikatakan penyalur GKR ke koperasi di kecamatan Candipuro, kabupaten Lumajang saat dikonfirmasi awak media, bahwa GKR bisa dibuat olahan dijadikan gula merah dengan ukuran kecil-kecil lebih kecil dari ukuran gula merah yang asli nira kelapa. “Jadi Alhamdulillah disini sudah berijin koperasi, jadi aku distribusinya ke anggota koperasi saja. Koperasinya ikut dinas koperasi Lumajang, Dinas Koperasi sudah menerbitkan rekom untuk Koperasi Musa (Mitra Usaha Sejahtera Abadi). Coba dicek di dinas koperasi Lumajang, GKR kalau untuk industri tidak apa-apa”, ujarnya, saat dikonfirmasi di gudang tempat GKR diturunkan dari Tronton.
“GKR tidak boleh langsung dijual ke toko atau ke pasar, karena tidak boleh diperjualbelikan tetapi untuk didistribusikan. Pertama tidak untuk dikonsumsi langsung, tetapi bisa untuk diolah lagi kayak minuman, Yakult, kalau disini mayoritas untuk gula merah. Kalau datang itu tergantung kebutuhan anggota, anggotanya disini jumlahnya 44 anggota. Dinas koperasi membolehkan, dan sudah terbit rekom, kalau ndak terbit rekom Ndak berani. Meskipun sama-sama industri, kalau ndak terbit rekom kita tidak bisa distribusi ke anggota. Alhamdulillah ijinnya sudah lengkap, ini untuk rekom terbarunya terbit di tanggal 19 Mei 2025 dari Dinas Koperasi Lumajang”, ungkapnya.
Ditambahkan, bahwa peranggota tiap bulannya 20 sampai 25 ton. “Disini masuk gudang tandon untuk koperasi Musa, bukan distributor, nanti kalau distributor kita dianggap jual beli. Ini kita cuma distribusi, mereka cuma bayar iuran perbulannya untuk koperasi. Untuk perpajakan kita langsung ke Probolinggo, kami melayani kecamatan Candipuro dan Pasirian. Ini kita langsung dari pusat, dari Cilegon, rata-rata gudangnya di Cilegon. GKR ini gula impor, ini saya juga dapat edaran tertanggal 2 Juli dan ditelpon dan diwanti-wanti. Untuk disini gula merah olahan itu larinya ke pabrik dan ke pasar. Kalau ke pasar itu sudah boleh dikonsumsi manusia, karena sudah olahan. Jadi gula kelapa BS diolah lagi pakai gula Rafinasi, kan diolah ulang tidak langsung dikonsumsi”, terangnya.
Dari hasil konfirmasi di Dinas Kesehatan, kepala dinas Kesehatan melalui Drg Irwan Budi dijelaskan, bahwa Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. “Kalau industri gula merah itu ada yang ranahnya dinas kesehatan ada yang BPOM, kalau yang pakai GKR kita tidak keluarkan ijin. Karena ini penting untuk menjamin keamanan pangan dan memastikan produk layak untuk dijual, kalau pakai gula Rafinasi memang tidak boleh. Kalau ada yang pakai gula Rafinasi laporkan ke kita, kita akan sidak kesana”, jelas Irwan, saat dikonfirmasi awak media di ruang kerjanya.
“Di wilayah Lumajang PIRT gula merah yang ijinnya dikeluarkan Dinas Kesehatan Lumajang gak banyak, mungkin gak ada 10 perusahaan. Bagi yang sudah mendapatkan ijin PIRT dari dinas kesehatan, kita selalu melakukan pembinaan. Dan kalau itu ranahnya BPOM, ya nanti kita koordinasikan dengan BPOM Jember, karena di Lumajang tidak ada BPOM. Kalau perusahaan itu sudah ada ijin dari dinas koperasi, itu ijin usahanya bukan ijin edar”, tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, kepala Disperindag kabupaten Lumajang, Muhammad Ridha, saat dikonfirmasi awak media mengatakan, bahwa terkait GKR dirinya pernah memberi surat keterangan pelaku UMKM sebagai anggota koperasi, jadi 44 pelaku UMKM GKR ini waktu itu mereka sudah tergabung menjadi anggota koperasi MUSA. “Jadi mereka sudah mengikuti ketentuan dari Permenperin untuk menjual gula Rafinasi itu hanya bisa melalui koperasi salah satunya”, jelas Ridha, Jum’at (18/07/2025).
“Itu di Permendag juga disebutkan, harapan kita sebenarnya, ini kan UMKM binaan kita juga, namun kita tidak pungkiri bahwa mereka dari sisi perijinan belum semua ketentuan perjanjian mereka miliki. Kalau secara NIP, mereka sudah punya semua 44 ini. Kita berharap nantinya mereka bisa membentuk koperasi di kabupaten Lumajang, sehingga mereka dibawah koperasi yang di kabupaten Lumajang, gula Rafinasi ini bisa mereka suplai ke industri-industri yang ada di kabupaten Lumajang secara legal”, terangnya.
Maksudnya legal itu, karena hanya koperasi yang bisa menjual kembali kepada industri pengolahan, salah satu dari ketentuan aturan tersebut. “Berikutnya, kita berharap ini tidak hanya kepada industri UMKM yang bergerak di industri pengolahan Rafinasi saja. Semua pelaku UMKM harusnya sebelum produknya dijual ke masyarakat, ini sudah mengikuti ketentuan-ketentuan minimal dalam usaha yang berbasis resiko. Sehingga tidak merugikan konsumen, ketika produk yang mereka hasilkan ini mengandung resiko”, tambahnya.
“Ini yang kita kuatirkan ketika ada salah satu bahan dari produk yang mereka hasilkan ternyata berasal dari bahan yang berbahaya. Yang kita harapkan mereka mengurus perijinan, misalnya PIRT saja, sehingga pantauan dari Dinkes ketika menguji untuk dikeluarkan PIRT sudah diketahui nanti ada bahan baku yang berbahaya, layak tidak layaknya. Kemudian kembali ke kita, sampai kemasannyapun kita punya standar”, pungkasnya.
Jadi ketika bicara perlindungan konsumen mulai dari bagaimana timbangannya, kemudian kemasannya apakah sudah memenuhi yang namanya Barang Dalam Kemasan Tertutup (BDKT). Jadi dua harapan Disperindag yaitu, dia bisa membentuk koperasi di Lumajang dan yang berikutnya adalah mengurus segala macam perijinan ketika GKR dijual ke industri pengolahan lain, “Kalau belum mengurus sebaiknya tidak”. (Jwo)