Beredarnya GKR Skala Besar Di Lumajang Tantangan Para Petani Tebu Dan Petani Gula Merah Nira Kelapa

LUMAJANG,DORRONLINENEWS.COM – Radio Suara Lumajang LPPL FM 104.1, pagi ini menggelar talk show interaktif yang membahas topik hangat terkait dugaan penggunaan Gula Kristal Rafinasi (GKR) sebagai bahan baku dalam pembuatan gula merah olahan, serta maraknya peredaran gula rafinasi skala besar di wilayah Lumajang sebagai tantangan bagi para petani tebu, Kamis (31/07/2025).
Acara ini dipandu penyiar radio senior Fransisca Bunga dengan menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya H Budi Susilo selaku tokoh petani tebu Lumajang, Ali selaku petani sawah yang juga mantan pengusaha gula merah nira kelapa wilayah kecamatan Candipuro dan Iskhak Subagio SE ketua Perkumpulan Petani Pangan Nasional (P3NA). Dalam diskusi tersebut, terungkap kekhawatiran masyarakat terkait dampak kesehatan dari konsumsi gula merah yang tidak lagi diolah secara tradisional dari nira, melainkan menggunakan gula rafinasi industri yang diduga mengandung residu bahan kimia dan tidak direkomendasikan untuk konsumsi langsung.
Diungkapkan Ali petani pangan yang juga mantan pengusaha gula merah nira kelapa, bahwa sebetulnya GKR ini juga membuka lapangan kerja dari hal positifnya. “Dari segi lain yang pernah terjadi di tempat kami itu pembuangan limbahnya ke alam bebas tidak melalui proses untuk pengolahan limbah, jadi sangat menggangu, terutama pencemaran bau, tanamanpun bisa rusak dengan adanya itu karena efek daripada bahan-bahan kimia yang ada di gula olahan. Yang kedua kepada masyarakat petani penderes, aduh kasihan pak, sayapun juga ikut merasakan karena saya juga mantan petani penderes juga”, ujar Ali.
“Harganya dikalahkan gula olahan, lha kan tambah nangis pak. Sudah rekoso, kualitasnya lebih bagus, harganya tidak bisa laku di atasnya karena masyarakat tidak tahu. Kemudian tentang kesehatan, sekali lagi bahannya mengerikan. Yang pernah saya lihat, yang paling berbahaya itu zat pewarna dan pemberian yang berlebihan. Terutama bahan pengawet, pewarna itu kalau sudah nempel ke tangan saja susah menghilangkan, kalau dikonsumsi nempel ke lambung bagaimana itu, kan jadi timbul masalah baru. Gatalnya bahan kimia kalau nempel ke kulit itu minta ampun, jadi tiga hal itu yang sangat pengaruh sekali”, ungkapnya.
Ditambahkan Ali, bahwa dampak lingkungan limbahnya sangat mengganggu, petani penderes itu menangis karena persaingan harga, dan dampak pada kesehatan. Ini sebenarnya dinas kesehatan harus betul-betul turun. “Saya ngomong gini karena pengalaman, istri saya juga kena efek itu, tetangga-tetangga terutama yang punya penyakit dalam. Di tempat kami pernah dititipi saat ada sidak, di gudang saya bahan-bahan itu disembunyikan. Berarti semua itu tidak legal, sangat menggangu. Kalau dilihat memang kecil limbah itu dibuang ke sungai, tapi kalau tiap hari lama-lama kan ya numpuk”, terang Ali.
Dilanjutkan ungkapan Budi Susilo tokoh petani tebu Lumajang, bahwa petani tebu itu petani frustasi, mereka dulu adalah petani yang menanam tanaman semusim. Tetapi karena terserang hama dan penyakit mereka pindah menanam tanaman tebu, akan tetapi di tebu mereka juga buntung. “Ini tidak luput dari metode penentuan rendemen tebu yang pakai sistem rata-rata juga memperparah turunnya hasil keuntungan, kita tidak pernah tahu tebu kita bagus atau jelek. Pokok kita ngejar tonase bukan kualitas, karena itu, perawatan yang kami lakukan juga minimalis karena menekan biaya produksi “, jelas Budi.
“Terkait dengan dampak beredarnya GKR dengan sekala besar di Lumajang, itu memang sangat berdampak sekali. Kalau perbulan itu sekitar 1100 ton GKR masuk ke Lumajang, 1100 ton setara dengan 20 hektar tanaman tebu. Pertahun bisa mencapai 240 hektar, makanya kami bisa menduga, kenapa tebu itu tidak ada yang nawar di lelang ya karena yang seperti tadi ini”, jelasnya.
Iskhak Subagio SE, ketua DPD P3NA menanggapi hal tersebut, bahwa keberadaan GKR ini harus ditelusuri, rekomendasi impornya itu darimana, datanya dari apa. “Seperti kita ketahui, gula merah prosesan secara menterindagnya tidak diatur disitu, yang diatur industri makanan dan minuman berskala besar. Kalau di skala industri kecil atau UKM saya masih belum menemukan aturan perindagnya. Aturan dari menteri perindustrian dan perdagangannya tidak ada, maka hal ini harus menjadi konsen. Karena hari ini yang lagi marak di kabupaten Lumajang, jadi pemerintah daerah harus mengantisipasi hal tersebut. Baik dari segi legal formal dari perusahaan yang mendatangkan juga User yang menggunakan”, tutur Iskhak.
“Dengan data yang jelas dan valid, ini bisa diambil tindakan yang tepat dan terukur sesuai dengan regulasi yang ada. Karena ancamannya juga pidana tentang hal itu, jadi perusahaan itu legalnya bagaimana sih. Sebagai informasi dari media ini kita terima, bahwa ini bentuknya kan koperasi. Nah, ini koperasi berbadan hukum kabupaten Lumajang atau berbadan hukum Nasional. Ini perlu ditindaklanjuti, perlu dilakukan istilahnya penelitian administrasi. Karena sebuah perusahaan ada kewajiban-kewajiban tertentu, yang paling umum adalah memasang papan nama perusahaan tersebut. Kalau perusahaan ini namanya koperasi, ya harus jelas, sehingga masyarakat umum, desa, lingkungan bisa mengawasi”, jelentrehnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kalau badan hukumnya kabupaten dia rasa tidak mungkin, karena di kabupaten tidak paham. “Kalau dia disini badan hukum pusat berarti kan cabang, harusnya dia mengijinkan cabang. Harus ada ijin koperasi cabang, jadi koperasi Musa cabang Lumajang, harusnya begitu. Dan itu dipampang dan harus terlihat jelas sudah ada dasar hukumnya. Manakala perusahaan itu tidak melakukan hal tersebut, yang paling awal sanksinya adalah peringatan. Tapi kalau umpamanya diperiksa OSSnya dan lain sebagainya tidak ada berarti sudah melanggar hukum, itu yang harus dibuktikan, harus diinvestigasi oleh dinas terkait”, pungkasnya.
Dalam hal ini harus kolaboratif, dari dinas teknis bekerjasama dengan penegak hukum. Yaitu kejaksaan atau kepolisian, karena efeknya ke teman-teman pencari nira kelapa dan petani tebu tadi itu. Dalam statement hari ini bukan mendiskreditkan salah satu dinas, terapi ini adalah informasi awal yang harus diselesaikan bersama.
Radio Suara Lumajang berjanji akan terus mengawal isu ini dalam program-program selanjutnya demi memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat Lumajang. (Jwo)