Dana Desa Untuk Proyek Swakelola Desa Kedungjati Di Pihak Ketigakan
Ketua DPD MIO Jombang : “Keterbatasan Kapasitas Sumber Daya Manusia Menjadi Faktor Penyebab Korupsi”
JOMBANG, DORRONLINENEWS.COM – Dana Desa (DD) di peruntukan untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, dan berpotensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Tak jarang pula dana desa sering kali di jadikan ajang korupsi kepala desa serta perangkatnya.
Dalam upaya untuk mendorong pembangunan di Indonesia, pemerintah telah menggelontorkan dana yang tak terbatas. Namun sayang masih ada saja kepala desa yang bermain main dengan uang anggaran negara serta melakukan persekongkolan dengan pihak ketiga atau pemborong, agar mulus di dalam melaksanakan pembangunannya.
Padahal semua pembangunan yang bersifat swakelola tidak bisa di pihak ketigakan ke pemborong, mengingat menyimpang dari aturan serta tidak mengfungsikan tim pelaksana kegiatan (TPK) desa yang memang di bentuk dan di tunjuk oleh kades untuk melaksanakan kegiatan terkait pembangunan di desa tersebut.
Maka proyek pembangunan jembatan tersebut mutu kwalitas serta kuantitasnya patut di pertanyakan karena adanya persekongkolan Kades dan pemborong.
Terjadinya persekongkolan antara kepala desa dengan pemborong tersebut hanya untuk meraup keuntungan pribadi saja.
Bagaimana desa bisa maju kalau semua program pekerjaan pembangunan di desa yang bersifat swakelola semua di pihak ketigakan ke pemborong. Sedangkan masyarakat desa masih banyak yang menganggur serta memerlukan pekerjaan, akan tetapi tidak di pekerjakan oleh kepala desa sebagaimana mestinya karena proyek yang bersifat swakelola mala justru di kerjakan oleh pemborong dan tidak memakai sistem swadaya masyarakat.
Seperti yang terjadi di Desa Kedungjati Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang, dimana pembangunan jembatan yang di bangun dari anggaran dana desa dengan jumlah dana Rp 190 juta dengan volume 12 m x 3 m yang berada di Dusun Jatidrenges terkesan asal-asalan. Dan banyak menuai pertanyaan dari sistem pelaksanaan yang tidak sesuai dengan spesifikasinya.
Pada dasarnya bunyi dari papan informasi kegiatan adalah pembangunan jembatan, kenapa kok hanya terkesan di rehab saja. Bahkan di pembangunan jembatan ini terdapat beberapa temuan diantaranya, cor bawah jembatan tidak menyambung di karenakan cor lama dengan cor baru, sayap jembatan juga menggunakan besi lama, besi kelebihan juga tidak di potong dan terkesan asal asalan dalam pembangunannya, jembatan yang sebelah selatan juga tidak di cor, hanya di urug sama tanah urug saja.
Sewaktu tim media terjun ke lapangan Sabtu (18/1/25) menemui beberapa warga dan warga tersebut mengatakan yang mengerjakan adalah pak Sisno, garapannya ya terkesan asal asalan pak, garapannya semrawut, Ujar warga
Kemudian tim media mencoba menghubungi Suwaji selaku kades untuk melakukan konfirmasi terkait pembangunan jembatan tersebut, anggarannya Rp 190 juta selesai di bangun bulan 12. Jawabnya melalui pesan singkat
Sementara itu Totok “BIDIK” Ketua DPD MIO (Media Independen Online) Jombang, terkait pembangunan jembatan yang diduga di pihak ketigakan dan tidak sesuai spesifikasinya mengatakan “sangat di sayangkan pembangunan jembatan dengan dana yang begitu besar yang bersumber dari Dana Desa ( DD) tidak sesuai dengan harapan. Mungkin kalau pengerjaan di laksanakan dengan menggunakan petunjuk teknisnya, mutu kwalitas serta kuantitasnya pasti dijamin berumur panjang bangunan tersebut, apalagi ini di pihak ketigakan dan pembangunannya terkesan asal asalan. Dilihat dari hasil pembangunan jembatan tersebut terlihat, ada dugaan adanya tidak sesuai dengan volume atau spesifikasi yang telah di tentukan. Penggunaan dana dengan realitas di lapangan, yang berakibat pada kerugian masyarakat. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan dugaannya potensi penyalahgunaan kekuasaan (kepala desa) di tingkat desa”, ujarnya.
“Selain itu, keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di desa tersebut diduga menjadi faktor penyebab korupsi. Karena kelemahan itu memungkinkan terjadinya penyimpangan, penggunaan dana tanpa terdeteksi atau tanpa tindak lanjut yang tegas” tambahnya.
“Disini kepala desa secara terang terangan telah menabrak aturan dan undang undang dengan melawan hukum, dengan kejadian tersebut seharusnya pihak aparat penegak hukum (APH) juga kinerja tiga pilar harus memberikan pencegahan serta mengawal program dari pusat khususnya untuk pelaksanaan Anggaran Dana Desa supaya program tersebut bisa efektif, terlaksana sesuai dengan aturanya.
Seharusnya pihak aparat penegak hukum (APH) secepatnya turun tangan untuk menyikapi tentang proyek pembangunan jembatan yang bersumber dari dana desa yang di pihak ketigakan tersebut, agar supremasi hukum di tegakkan betul di wilayah hukum di Indonesa ini. Budaya korupsi yang mengakar di masyarakat juga turut memperparah kondisi ini. Seperti di Desa Kedungjati Kecamatan Kabuh, mungkin korupsi sudah di anggap biasa dan di terima secara sosial. Tekanan dari lingkungan atau kelompok kepentingan tertentu dapat mendorong perangkat desa untuk terlibat dalam praktik praktik korupsi.(Bersambung)
(Pras)