Pengurus KPRI Depdikbud Lama,Diduga Terlibat Sindikat Kredit Fiktif Hingga Milyaran Rupiah
BLITAR, DORRONLINENEWS.COM — Pengurus Koperasi Pegawai Republik Indonesi (KPRI) Depdikbud Kecamatan Doko menceritakan kasus dugaan penggelapan uang senilai miliaran rupiah kepada media ini.
Temuan tersebut disampaikan Langsung Oleh Slamet Widodo Bendahara di KPRI Depdikbud Kecamatan Doko pada 14 November 2024.
Diduga Sudah Mulai Kelihatan Tidak Sehat Akhirnya Slamet Widodo Meminta Kepada Pengurus KPRI yang Lama Untuk Diadakan Audit dari Dinas Koperasi.
Tim formatur Audit dari Sebuah lembaga dari malang tersebut hasil rapat tahun anggota luar biasa yang dilakukan pada tahun 2020. Kini, pengurus baru yang dipimpin Supriono,Slamet Widodo dan Ali itu telah dinyatakan definitif.
Kita melaporkan indikasi penyelewengan uang KPRI Depdikbud Kecamatan Doko kepada dinas koperasi, laporan kita waktu itu sebesar Rp 7, miliar,” kata bendahara 1 Pengurus KPRI Depdikbud, Slamet Widodo, Kamis (14/11/2024).
Terlapor dalam kasus ini adalah karyawan yang ditugasi menjadi kasir, Edi dan mantan pengurus KPRI Depdikbud Kecamatan Doko Slamet ,Ngatija,Hery dan Yosef.
Salmet Widodo menjelaskan, kronologi pelaporan bermula saat dirinya mendapat informasi dari sejumlah anggota KPRI Depdikbud yang merupakan guru pegawai negeri sipil (PNS) itu mengundurkan diri menjadi anggota karena perpindahan status kepegawaian. Sejumlah anggota mengeluhkan dana simpanan wajibnya tidak bisa dicairkan.
Asal-asal muasalnya karena berbelit-belitnya mekanisme dalam pengembalian dana simpanan wajib anggota. Sebenarnya yang membongkar adalah guru-guru Sd, karena perpindahan status KPRI Depdikbud yang dulunya dikenal beranggotakan Guru SD Saat itu Menjadi Umum Alias Seluruh Pegawai Negeri Sipil Yang berada di Kecamatan Doko kabupaten Blitar mulai guru SMP,SMA,SMK,hingga pegawai Puskesmas dan Kecamatan. Sehingga berinisiatif mundur dari koperasi Depdikbud,” ungkapnya.
Namun, ketika para aggota mundur dan berkeinginan menarik dana simpananya, pihak koperasi tidak bisa mecairkan. Padahal, menurut Slamet Widodo, dalam aturan anggaran rumah tangga KPRI Depdikbud, selambat lambatnya dana simpinan wajib harus dikembalikan dalam jangka waktu 30 hari atau satu bulan sejak anggota mengundurkan diri.
Dari simpanan wajib itu, kalau anggota itu pensiun tanpa mengajukan penguduran diri, seharusnya mereka dibina. Lah ini tidak terlayani,” jelasnya
Para guru PNS yang menjadi anggota KP-RI Depdikbud Kecamatan Doko itu memiliki simpanan wajib yang harus dibayar setiap bulannya. Besarannya bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per orang.
Antara Rp 8-15 juta (simpanan wajib per orang) tergantung berapa lama bergabung,” ujarnya.
Dari kasus itulah mencuat dugaan penyelewengan penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya. Di antaranya, dugaan kredit fiktif yang dilakukan oleh para pengurus KPRI saat itu hingga dugaan penggunaan uang simpanan mana suka anggota.
Simpanan mana suka yang diberikan oleh anggota untuk mendukung perputaran kas koperasi dan dia akan memperoleh uang jasa. Nilainya sampai Rp 3-4 miliar, itu tidak ada, bebernya.
Pengurus juga menemukan dugaan kredit fiktif yang terjadi di KP-RI Depdikbud Kecamatan Doko. Pengurus koperasi mengendus kejanggalan pada mekanisme kredit yang dilakukan oleh mantan pengurus koperasi saat itu.
Diantaranya adanya pembengkakan Pinjaman Yang Diberikan Kepada Poniman Yang Berstatus Penjaga Sekolah di SDN Jambe Pawon 02 sebesar Rp.193jt,Sungkono Oknum Guru SMPN 1 Doko Sebesar Rp 74jt,Anik Husainah Staf Kecamatan Doko Sebesar Rp 86jt,Indro Supardi Staf Kecamatan Doko Sebesar Rp 152jt,Jumari Penjaga Sekolah di SDN Kalimanis 2 Sebesar Rp 61jt, Sunyipto Kepala Sekolah SDN Respombo 02 Sebesar Rp 150jt,Tutut Sri Rejeki Kepala Sekolah SDN Slorok 03 Sebesar Rp 580jt,Daryono Guru SMKN 1 Doko Sebesar Rp 304jt,Eka Ajeng Prastiwi Kepala Sekolah SDN Kalimanis 01 Sebesar Rp 150jt, Vektoria Ety Wahyuni Kepala Sekolah SDN Kalimanis 03 Sebesar Rp 36jt dan Masih Banyak lagi yang menerima Pinjaman Diluar batas Maximal.
Masih kata salmet Widodo, laporan dari Bendahara KPRI Depdikbud menemukan beberapa anggota tercatat hutang. Akan tetapi ketika dikroscek yang namanya tercatat tidak merasa memiliki hutang. Oleh karena itu, ia menduga orang tersebut menjadi korban kredit fiktif yang dilakukan oleh para pengurus KPRI Depdikbud Kecamatan Doko Saat itu.
Total orang yang namanya dipakai tapi tidak merasa hutang itu ada puluhan orang dan ada yang sudah meninggal. Data itu kita dapat dari bendahara koperasi. Lalu kita mengadakan verifikasi ke kecamatan, sebagian terbukti otentik. Lah dana ini mengalir kemana, ini yang kita tidak tahu,” terangnya.
Indikasi kredit fiktif itu diperkuat dengan tidak surat pernyataan hutang dari beberapa anggota yang tercatat hutang. Ketika ditanya oleh pengurus baru, karyawan kasir tidak bisa membuktikan.
Tidak bisa membuktikan bahwa uang itu dikasih ke orang yang tercatat hutang. Dan tidak ada surat pernyataan hutang. Pertanyaannya ini uangnya kemana. Total dari temuan tersebut mencapai 3,7 miliar,” tandas Slamet Widodo.
Slamet Widodo menambahkan, dalam laporan pengurus di kerugian KP-RI Depdikbud Kecamatan Doko ditafsir sekitar puluhan miliar.
Total kerugian puluhan miliar. Modus penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya,” ungkapnya.
Kasus dugaan penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya hingga dugaan kredit fiktif anggota dan uang simpanan anggota oleh oknum pengurus, itu saat ini sedang dalam rekapan para pengurus KPRI Depdikbud Kecamatan Doko yang baru.(R_win)… Bersambung Liputan Khusus.