Peristiwa

Kelalaian Petugas Pilkades Terancam Dipidana

Teks foto: Guntur Nugroho ketua GMPK Lumajang

LUMAJANG,DORRONLINENEWS.COM – Pemilihan kepala desa serentak yang berlangsung di kabupaten Lumajang diduga tidak berjalan mulus, terbukti di salah satu desa masih menyisakan permasalahan yang belum terselesaikan. Beberapa warga tidak dapat menyalurkan hak pilihnya lantaran tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Kamis (02/12/2021).

Peristiwa tidak dapat memilih dialami beberapa warga di dusun Bonseket, desa Sumbermujur, kecamatan Candipuro, kabupaten Lumajang. Mereka tidak dapat memilih karena ternyata namanya tidak masuk dalam DPT. Ada yang dalam satu KK tercantum 3 orang tapi ayahnya tidak masuk DPT, ada yang katanya waktu pendataan KK yang ditunjukkan KK yang lama. Bermacam-macam kronologisnya. Menanggapi hal tersebut, salah satu LSM di Lumajang angkat bicara terkait pandangan hukumnya.

Guntur Nugroho, ketua LSM GMPK (Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi) kepada awak media menerangkan, bahwa dirinya menyoroti hasil pengawalan dan menyebarkan beberapa timnya untuk ikut serta dalam pengawasan. “Tentunya ini berkaitan dengan tugas tanggung jawab sosial kontrol kami, berkaitan dengan pencegahan penangkalan korupsi. Ada beberapa hal, yang pertama rujukan Peraturan Bupati (Perbup) nomor 24 tahun 2021 nanti kita sinkronkan dengan undang-undang nomor 7 tahun 2013, undang-undang pemilu maksud kami. Ada beberapa konflik yang terjadi di beberapa desa, kemarin yang paling terasa itu di desa Sumbermujur, kecamatan Candipuro. Dimana ada konflik masyarakat yang kehilangan hak pilihnya, padahal masyarakat itu sudah pernah didata”, ujar Guntur.

“Anehnya ketika kita diskusi dengan panitia, hingga panwascam, mereka sulit memberikan solusinya, padahal dalam undang-undang Permendagri ataupun sampai kepada perbup itupun peran panwascam itu sebenarnya, pada pasal ke 9 ayat 2 yaitu berkaitan dengan penyelesaian awal adanya perselisihan yang hasil Pilkades pasal sembilan ya tentang hasil yang kepasal 2 a nya yaitu kelancaran kerja panitia pemilihan maupun para pemilih dalam hal menggunakan hak pilihnya serta para pihak yang terkait langsung dalam pilkades, dalam Perbup pasal 9 ayat 2a ini sudah jelas memberikan panwascam itu harus memfasilitasi konflik-konflik yang ada disana. Ini konflik yang di Sumbermujur kan sudah jelas ada warga yang kehilangan hak pilih tetapi aneh bagi saya, lucu ketika kami diskusi tentang itu mereka selalu perbap perbup, perbap perbup tapi ternyata dalam hal ini mereka tidak mengetahui pasal 9 ini tentang fasilitasi dan tugas-tugas mereka. Untuk memfasilitasi berkaitan dengan para pemilih dalam menggunakan hak pilihnya ini kan konflik”, terang Guntur.

Masih kata Guntur, bahwa menurutnya kesiapan panitia desa hingga panwascam karena kemarin panitia kabupaten tidak nampak di Sumbermujur, ketika terjadi permasalahan dirinya minta kehadiran dari kabupaten tidak ada, katanya mereka mobile. “Okelah kami maklumi, karena yang standby ada panwascam. Tetapi ternyata panitia harus mengadu kepada panwas meminta keputusan untuk solusinya seperti itu, panwascam sendiri bingung. Akhirnya kami menyimpulkan, padahal ini sebenarnya bukan bidang kami hanya kami mempelajari pola kerjanya sesuai dengan perbup itu bahwa ada tugas fasilitasi berkaitan dengan masalah-masalah Pilkades itu adalah tanggung jawab panwascam. Seharusnya panwascam yang ditugaskan di daerah-daerah benar-benar memiliki wawasan dan kemampuan dalam hal solusi. Karena acuannya sudah jelas, tugas tanggung jawabnya sudah jelas diatur dalam Perbup. Nah ini nanti menjadi evaluasi pada para kordinator kecamatan selaku pak camat yang menunjuk, kan pak camat yang memberikan SKnya. Jadi saya harap kedepannya, camat-camat di Lumajang yang akan menunjuk, membentuk, pengawas, panitia desa ini benar-benar dilakukan bimtek yang sangat serius”, jelas Guntur.

“Kawan-kawan jangan hanya dibekali teknisnya saja dalam pemilihan desa, tetapi benar-benar difasilitasi juga diberikan wawasan, kemampuan satu atau dua orang yang memang bisa menyelesaikan konflik. Karena permasalahan pasti ada ndhak mungkin gak ada. Jadi ini yang disayangkan sekali, kemampuan-kemampuan panwas, kayaknya kemampuan nya di lapangan itu hanya sebagai penjaga saja perannya. Perannya hanya penjaga saja yang penting Pilkades lancar begitu saja. Jadi kalau hanya menjaga seperti itu yaaa…desa lebih memiliki personil yang cukup ndhak ada bedanya dengan linmas sama SKD kalau hanya cuma diam duduk-duduk disana tanpa bisa mengatasi sebuah permasalahan yang ada berkaitan dengan tugas mereka. Ini kedepannya panitia dan pengawas harus memiliki kemampuan yang cukup, berkaitan dengan Perbup dan seluruh aturan yang berkaitan dengan Pilkades”, tegas Guntur.

Untuk pembiayaan Pilkades itu ketika muncul momen Pilkades pembiayaannya sudah jelas APBD, APBD itu sudah jelas membiayai seluruhnya, kecuali yang disebut relawan. Kalau yang tertuang dalam Perbup, segala semua pejabat dan petugas yang tertuang dalam Perbup itu sudah difasilitasi anggarannya oleh daerah. “Jadi mereka dibayar, ndhak ada mereka itu yang tidak dibayar. Ada tunjangannya semua yang berkaitan dengan tugas mereka di lapangan, kecuali yang disebut relawan. Bukan hanya TPP wajib, ada tunjangan pokoknya silahkan itu dikoordinasikan dengan camat itu. Karena ada anggaran yang sangat besar untuk Pilkades itu”, tambahnya.

Ini yang perlu dikaji dan dievaluasi kinerja kawan-kawan yang di lapangan harus benar-benar serius, kadang-kadang semuanya ini terkesan panitia desanya yang lebih serius. “Mulai dari panwascam sampai hingga panitia kabupaten yang semuanya bertanggungjawab atas kelancaran kesuksesan ini, terbukti kemarin di Sumbermujur aja tidak nampak, ketika ada konflik tidak berperan. Ada pengawas tetapi tidak menunjukkan perannya sebagai pengawas. Mereka hanya bisa ngomong perbup-perbup tetapi perbup yang mana dipergunakan”, katanya.

“Kalau di dalam Perbup hanya sanksi administrasi, yang ada sanksinya adalah calon-calon kadesnya. Untuk kelalaian petugas saya kira rujukannya ya harus di Undang-undang pemilu, undang-undang pemilu itu sudah jelas difinisi pemilu itu adalah memilih seseorang dalam jabatan politik tertentu mulai dari presiden, legislatif, eksekutif hingga kepada kepala desa, maka kalau tidak diatur dalam Perbup ya gunakan undang-undang yang diatasnya. Kalau tidak difasilitasi dalam Perbup ya pakai undang-undang itu. Bahwa kelalaian petugas yang dapat mengakibatkan haknya pemilih hilang atau terjadi tidak kesesuaian dalam tahapan-tahapan itu ada pidananya. Dalam pasal 400 lebih itu terbaca jelas sanksi-sanksi bagi panitia-panitia penyelenggara pemilihan yang lalai dapat potensi pidana. Jadi bisa digunakan itu. Yang berhak menuntut warga yang dirugikan, jadi siapa saja orang yang merasa dirugikan, apa itu warga pemilih yang merasa kehilangan hak pilihnya. Atau calon kadesnya, pesertanya sendiri atau tim suksesnya dan semua unsur-unsur yang terkait dengan Pilkades itu yang merasa dirugikan, itu namanya peristiwa hukum”, ungkap Guntur.

“Seperti peristiwa Sumbermujur, andaikata warga yang kehilangan haknya sehingga tidak bisa menyampaikan hak asasinya untuk mendukung calonnya ini juga pelanggaran, ini termasuk kategori tersebut. Itu bisa langsung laporan ke polisi, langsung APH bisa, karena pidana, langsung saja yang penting alat buktinya sudah dianggap cukup”, pungkas Guntur. (Jiwo)

Komentar

Berita Terkait

Back to top button
Close