Peristiwa

Melawan Lupa, Jalan Terjal Menutup Tambang Ilegal

Teks foto : Tambang illegal yang saat ini ditutup

PASURUAN, DORRONLUNENEWS.COM – Penghentian tambang liar di Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan memiliki cerita panjang. Baru-baru ini, Bareskrim Polri menangkap pria berinisial A-T bos tambang liar itu.

Kabar penangkapan bos tambang illegal galian C atau sirtu asal Surabaya itu dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto. Kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.
Bos tambang tersebut, ditahan atas kasus tindak pidana lingkungan hidup dan pertambangan.


“Yang bersangkutan sementara selama proses sidik. Kami lakukan penahanan. Kasus tindak pidana lingkungan hidup dan pertambangan. Ditahan untuk kepentingan penyidikan,” imbuhnya dilansir Detikcom, Kamis (27/5/2021).

Sebelumnya, penutupan tambang illegal ini melalui jalan terjal dan panjang. Terhitung sejak tahun 2017 hingga 2021. Kurang lebih hampir lima tahun berjalan baru bisa dihentikan. Sejak awal April empat tahun lalu, PT. Prawira Tata Pratama (PTP) mengajukan izin untuk membangun perumahan prajurit di Dusun Jurangpelen, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ternyata, hingga petinggi desa diamankan, perumahan itu tidak kunjung dibangun. Lebih-lebih lingkungan menjadi rusak, 34 kepala keluarga di wilayah setempat terisolir tambang illegal itu.


Pada tahun 2018, Polisi melakukan operasi tangkap tangan, kegiatan tambang ilegal di Jurangpelen Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Sejumlah pekerja ditangkap dan barang bukti, berupa truk dan alat berat turut diamankan.

Polisi datang ke lokasi mengamankan sejumlah orang dan dilakukan pemeriksaan di Mapolres Pasuruan. Dari sejumlah informasi terungkap, tambang tanah atau sirtu yang diduga beroperasi tanpa ijin tersebut milik H Samut (55), warga desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.

Operasi diawali dari laporan warga atas kegiatan pertambangan diduga ilegal, hingga selanjutnya bergerak. Saat penangkapan, di lokasi tambang, sejumlah pekerja tengah beraktivitas, menggunakan alat berat berupa dua excavator, selain terdapat tiga truk yang berjajar antri, untuk dapat mengangkut sirtu.

kepolisian disebutnya, masih melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi itu. Malah sejumlah aparat pemerintahan dari Dinas Perijinan dan Penanaman Modal Kabupaten Pasuruan, serta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan, juga dimintai keterangan oleh polisi saat itu.

Beberapa bulan berselang, puluhan warga Jurangpelen, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, mendatangi Mapolres Pasuruan, Selasa (13/11/2018). Kedatangan mereka sebagai bentuk solidaritas atas penanganan kasus yang menjerat Samut (55) salah satu pengusaha tambang di wilayah setempat.
Mereka mendesak pihak kepolisian untuk tidak lagi melanjutkan perkara yang melilit Samut. Sebab, mereka menganggap Samut merupakan orang baik dan tidak bersalah. Sutrisno, salah satu warga mengatakan, aksi itu dilakukan secara spontanitas. Hal ini sebagai bentuk luapan protes kepada pihak penegak hukum atas penanganan perkara yang melilit Samut.

“Tidak ada yang mengoordinasi. Kami datang sebagai bentuk solidaritas,” kata Sutrisno saat ditemui di depan Mapolres Pasuruan kepada awak media.

Kasatreskrim Polres Pasuruan saat itu, AKP Budi Santoso menjelaskan, pihaknya memang tengah mengusut dugaan penambangan galian C ilegal di wilayah Jurangpelen, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol. Kasus ini bermula saat petugas mendapat informasi adanya penggalian tambang yang diduga ilegal di wilayah setempat, Jumat, 14 September 2018.
Petugas yang memperoleh informasi tersebut, bergerak ke lokasi. Sampai akhirnya, petugas tak mendapati adanya kegiatan penambangan tersebut memiliki izin.
“Saat kami mendatangi ke lokasi, ada temuan aktivitas penambangan yang diduga tak memiliki izin. Kami pun melakukan penghentian dan mengamankan beberapa orang saksi dan barang bukti ke Mapolres Pasuruan,” jelasnya.
Pemeriksaan demi pemeriksaan pun dilakukan. Hingga akhirnya, petugas menaikkan statusnya ke penyidikan. Bahkan, sudah ada tersangka dalam perkara ini. Yakni, Samud yang diduga menjadi pelaku usaha penambangan tersebut.

Dua tahun berjalan, tepatnya Kamis, 5 Maret 2020 lalu, Pemkab Pasuruan menggelar rapat koordinasi dengan pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bersama Kapolres Pasuruan, Kodim 0819 dan juga kejaksaan guna membahas persoalan tambang liar di desa Bulusari tersebut. Melalui gubernur, forum sepakat membawa persoalan ini ke tingkat pusat.

Kementerian Koodinator Kemaritiman dan Investasi (Marves) akhirnya turun ke lokasi tambang ilegal di Bulusari, Kecamatan Gempol, Kamis (17/12/2020) lalu.
Dari hasil sidak (inspeksi mendadak) itu, Kemenko Marves mendapati kerusakan lingkungan yang cukup parah. Saking parahnya, 34 KK yang tinggal di Kampung Rekesan, Bulusari terisolir.
Yang patut dicatat, tambang ilegal ini berbeda dengan kasus tambang di Tanah Kas Desa (TKD) yang menjerat mantan Kades Bulusari, Yudhono dan kakaknya, Haji Samud.

Dua petinggi tambang ilegal yang beroperasi di atas tanah kas desa Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, ditahan oleh Kejaksaan Negeri Bangil, Kamis (17/12/2020).
Keduanya adalah H. Samud asal Desa Bulusari dan Stefanus, asal Surabaya.

“Pasal sangkaan kami, pasal 2 ayat 1, pasal 3, UU Tindak Pidana Korupsi. Dimana tanah kas desa dikeruk tanpa izin dan tidak ada pemasukan ke kas negara,” kata Denny Saputra, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, Kamis (17/12/2020).
Denny menguraikan atas tindakan penambangan ilegal di atas TKD seluas sekitar 4,4 hektar tersebut, negara menderita kerugian mencapai Rp 3, 3 miliar.
“Dari perhitungan para ahli, kerugian negara mencapai kurang lebih Rp 3, 3 miliar,” kata Denny


Denny menyatakan, berdasar keterangan saksi dan alat bukti yang didapat, Kejari menaikkkan status keduanya menjadi tersangka.
“Kami panggil selaku saksi, lalu kami dapatkan minimum alat bukti, dan juga ada keyakinan dari tim jaksa penyidik, sehingga kami naikkan menjadi tersangka,” kata Denny.


Stevanus, dikeler penyidik ke mobil tahanan, Kamis (17/12/2020).
Dengan status tersangka, dan hasil rapid tes keduanya yang non-reaktif, sehingga Kejari mengirim keduanya ke Rumah Tahanan Negara.
Keduanya dijebloskan ke dua penjara yang berbeda. Samud dikirim ke LP Kota Pasuruan, sedangkan Stefanus dikirim ke Rutan Kelas 1 Surabaya, Medaeng.
Penahanan keduanya, kata Denny, merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi TKD setempat.


Seperti diketahui sebelumnya, kasus ini telah menyeret mantan Kepala Desa Bulusari, Yudono dan mantan Ketua BPD Bulusari, Bambang Nurmantyo sebagai terdakwa. Keduanya, pada Maret 2020, telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tipikor Surabaya.
Denny menyatakan keduanya terlibat aktif dalam penambangan di TKD setempat. Samud yang juga kakak kandung dari Yudono, berperan sebagai pelaksana di lapangan. Sedangkan Stefanus disebut-sebut sebagai pemodal.
Pendalaman kasus dugaan korupsi tambang tersebut terus berkembang ke arah pihak-pihak yang turut menikmati aliran uang hasil tambang.
Denny menyebut masih akan ada tersangka lain. “Masih ada tersangka lain, sedang kami telusuri lebih lanjut,” imbuhnya.
Terkait alasan penahanan, kata Denny, agar keduanya tidak melarikan diri. Sekaligus menutup kesempatan bagi keduanya untuk mengubah alat bukti.
“Semata-mata supaya para tersangka ini tidak melarikan diri. Kedua, tidak mengubah dan merusak alat bukti,” kata Denny.


Denny juga menegaskan penahanan keduanya dimaksudkan agar tidak ada lagi tindakan penambangan di tanah kas desa atau tanah milik negara yang merugikan negara.
“Supaya tidak ada lagi penambangan-penambangan di tanah kas desa atau milik negara yang tidak disetorkan ke kas negara untuk hasil pengerukan ilegal tersebut,” pungkasnya.


Pada awal tahun ini, Tim dari Bareskrim Polri melaksanakan peninjauan ke lokasi tambang di Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Rabu (3/3/2021) pagi. Peninjauan ini bertujuan untuk menentukan titik koordinat lokasi tambang yang diduga ilegal.


Ketua tim dari Bareskrim Polri Kompol Eko Susanda menjelaskan, kedatangan Bareskrim Polri guna memastikan koordinat lokasi tambang di Dusun Jurang Pelen 1, Desa Bulusari. Lantaran diduga sekian lahan tambang di wilayah setempat diduga ilegal.

“Kami datang ke lokasi tambang untuk sidak dan cek langsung lokasi tambang yang diduga ilegal atau PETI (Penambangan Tanpa Izin). Karena wilayah tambang di sini sudah menjadi atensi pusat, nanti juga akan didapatkan dampak kerusakan lingkungannya,” jelas Eko.
Kunjungan ke Bulusari itu Bareskrim Polri didampingi tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Kementerian ESDM juga ikut terjun ke lokasi. Sejumlah pejabat setempat, juga terlihat mendampingi, seperti Kepala DLH Kabupaten Pasuruan Heru Farianto, Camat Gempol Nur Kholis juga ikut mendampingi.


Tim dari Bareskrim Polri meninjau ke sejumlah titik tambang di Jurang Pelen 1. Luasan wilayah tambang yang ditinjau sekitar 20 hektar. Salah satunya lokasi tambang yang berada di dekat Bukit Maryam, Wilayah Rekesan.
Di sana, pihak kepolisian memasang sejumlah patok batas-batas wilayah tambang. Guna menentukan koordinat wilayah tambang yang diduga ilegal.
“Yang jelas kami mendatangi lokasi untuk menentukan lokasi PETI,” singkatnya, tanpa menyebut kepemilikan lahan.


Hingga akhirnya, bos A-T diketahui sebagai pengusaha asal Surabaya merupakan pemilik dari lahan tambang illegal di Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan ditahan Bareskim Polri. (Ale)

Komentar

Berita Terkait

Back to top button
Close