Gus Fik Apresiasi Batik Sendang Duwur, Karya UMKM Sunan Drajat Lamongan
Teks Foto : Gus Fik bersama Abdul Malik serta Agus Faruk Muhammad
GRESIK, DORRONLINENEWS.COM – Minggu pagi nan cerah (4/10/2020) salah seorang dosen dari Insud Drajat Lamongan, Drs Abdul Malik, M.Pd dan Agus Faruq Muhammad, S.Pd berkunjung ke kediaman Gus Fik untuk berdiskusi ringan.
Tujuan kunjungan semula berniat memberikan hadiah 1 set batik Sendang Duwur kepada Gus Fik, sebagai rasa terima kasih karena sudah memberikan edukasi dan training bermanfaat besar dalam dunia valuta asing (valas) selama dua tahun lebih dan terus membukukan profit.
Gus Fik merupakan seorang pemerhati sejarah dan seni sangat mengapresiasi adanya hadiah cindra mata tersebut,sekaligus lalu membeli 1 lembar batik lagi dengan motif cantik yang lain.
Dari percakapan ringan akhirnya muncul sebuah ide untuk membesarkan produk UMKM asli Indonesia ini agar bisa lebih berkembang dan viral. Batik Sendang Duwur yang kaya akan corak dan indah dikenakan. Harga 1 lembar batik tersebut berkisar 250 ribu rupiah ukuran 1,5 meter. Produk hand-made ini sangat unik dan cantik. Dalam selembar kain batik tersebut tercantum nuansa tradisional, sejarah perekonomian dan cita rasa keindahan dari masyarakat Desa Sendang Duwur Lamongan yang mandiri dan penuh inspirasi.
Desa Sendang Duwur sendiri kaya akan situs sejarah dan budaya keislaman yang sangat tua dan lama. Disana ada makam seorang auliya dan penyebar Islam yang juga merupakan teman, sahabat seperguruan Sunan Drajat QS, yakni Sunan Sendang Duwur QS, yang terkenal memiliki ketinggian ilmu tasawuf dan syariatnya. Jiwa seni Sunan Sendang Duwur tidak hilang dan menitis pada karya tradisional warga yang masih tetap di pertahankan tanpa kenal masa. Salah satunya adalah produk Batik Sendang Duwur ini.
Gerbang kota Lamongan sendiri menggunakan copy paste desain arsitektur yang ada di situs makam Sunan Sendang Duwur yang terkenal indah, penuh estetika dan sangat berartistik tinggi desainnya.
Sunan Sendang Duwur (lahir tahun 1520 – meningggal tahun 1585) adalah seorang tokoh yang turut berperan dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Nama aslinya adalah Raden Noer Rohmat. Ia adalah putra Abdul Kohar bin Malik bin Sultan Abu Yazid yang berasal dari Baghdad. Abdul Kohar bermukim dan menikah dengan Dewi Sukarsih putri ulama/pemuka/tokoh/ Katemenggungan Sedayu Raden Joyo Sumitro Desa Sedayulawas Brondong Lamongan (kota lama sebelum pindah ke Sedayu anyar Gresik). Menurut pendapat banyak pihak, baik masyarakat di wilayah Sendang duwur dan Sedayu lawas makam Abdul Kohar di belakang Masjid Agung Desa Sedayu lawas. Makam itu sampai hari ini masih ada dan terawat.
Gelar Sunan Sendang Duwur didapat dari pemberian Sunan Drajad. Sunan Sendang Duwur dikenal juga karena memindahkan (dalam referensi lain membeli) masjid dalam semalam dari Mantingan ke Bukit Amitunon, Sendang Duwur dan dikenal sebagai Masjid Sendang Duwur.
Sunan Sendang Duwur salah seorang waliyullah yang peranannya disejajarkan dengan Walisongo dalam menyiarkan Islam di Tanah Jawa. Sunan Sendang berdakwah secara kultural mengakulturasikan budaya yang mentradisi di Desa Sendang Duwur dan menginternalisasikan nya dengan nilai-nilai Islam. Ajarannya tentang “mlakuho dalan kang benar, ilingo wong kang sak burimu”
(berjalanlah di jalan yang benar, dan ingatlah pada orang yang ada di belakangmu)
hingga kini masih relevan yang berakulturasi dengan budaya setempat adalah tradisi selametan dan sedekahan yang diisi dengan pembacaan tahlil dan bancaan. Selain itu Masjid Sendang Duwur yang arsitekturnya vulnavular Joglo dan berakulturasi dengan budaya Hindu Jawa juga merupakan jejak dakwah kultural Sunan Sendang Duwur.
Dakwah kultural Sunan Sendang Duwur yang penuh kedamaian di mana salah satu metode dakwahnya adalah tut wuri handayani lan tut wuri hangiseni.
” Tut wuri angiseni artinya, jalan di belakang sambil mengisi. Para ulama tidak bicara dengan nada harus-harus-harus, melainkan mengajarkan agama Islam dengn cara yang tidak kentara tapi kontinyu dan mendalam. Metode seperti ini dikenal karena matangnya kehalusan rasa para ulama ahli zikir di masanya ” demikian urai Gus Fik.
Sedangkan Tut Wuri Handayani artinya “Di depan, seorang pendidik harus bisa menjadi teladan di tengah murid, pendidik harus bisa memberikan ide, dan di belakang, seorang pendidik harus bisa menberikan dorongan.” tandas Gus Fik. (Lono)